Makassar | Informasi yang diperoleh dari LBH Makassar, ada sebanyak 11 orang nelayan dan jurnalis mahasiswa serta aktivis lingkungan hidup diamankan polisi tanpa alasan jelas.
Tiga jurnalis pers mahasiswa serta beberapa nelayan dan aktivis lingkungan hidup yang sebelumnya diamankan aparat Direktorat Polairud Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan (Sulsel), akhirnya dibebaskan, Minggu (13/9/2020) siang.
Daftar isi Artikel Berita
ToggleTujuh orang dari Pulau Kodingareng adalah nelayan dan jurnalis pers mahasiwa 3 orang, termasuk seorang aktivis lingkungan hidup.
Sebelumnya yakni Nawir, Asrul, Andi Saputra, Irwan, Mustakim, Nasar dan Rijal yang diamankan. Sementara tiga jurnalis pers mahasiwa yang ikut ditangkap yakni Mansur, Hendra dan Raihan, serta seorang aktivis lingkungan hidup bernama Rahmat.
Direktur Polairud Polda Sulsel, Kombes Pol Hery Wiyanto mengatakan pihaknya belum mempunyai cukup bukti yang kuat untuk melanjutkan proses penahanan terhadap nelayan dan jurnalis pers mahasiwa, sehingga ke-11 orang tersebut dibebaskan.
“Sudah (bebas), karena bukti belum cukup,” kata Kombes Pol Hery Wiyanto dalam keterangannya yang dilansir kabarnews, Minggu tadi.
Terpisah, Kordinator Bidang Hak atas Lingkungan Hidup LBH Makassar, Edy Kurniawan mengatakan, pembebasan ke-11 orang tersebut adalah langkah tepat yang ditempuh Polairud Polda Sulsel.
“Pembebasan ini adalah langkah yang tepat bagi Polairud. Dan ini membuktikan bahwa Polairud masih ragu dengan peristiwa yang dituduhkan, apakah tindak pidana atau bukan,” jelas Edy.
Edy menduga, penangkapan nelayan dan jurnalis pers mahasiwa yang dilakukan polisi pada Sabtu kemarin merupakan tindakan kriminalisasi terhadap para penolak aktivitas penambang pasir laut yang dilakukan PT Boskalis, perusahaan asal Belanda. Polisi bahkan dinilai terkesan asal tangkap.
Tanpa terlebih dahulu memastikan siapa yang diduga pelaku tindak pidana. Sehingga dampaknya ini merugikan korban
“Dan polairud asal tangkap, tanpa terlebih dahulu memastikan siapa yang diduga pelaku tindak pidana. Sehingga dampaknya ini merugikan korban yang ditangkap,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Lembaga Bantuan Hukum Makassar (LBH) Makassar mencatat ada tujuh orang nelayan Kodingareng, satu aktivis mahasiswa dan tiga pers mahasiswa yang ditangkap jajaran Polairud Polda Sulsel.
Mereka (nelayan dan jurnalis mahasiswa) ditangkap polisi saat aksi protes dalam penolakan penambangan pasir laut di wilayah perairan Kodingareng, Kecamatan Sangkarrang, Kota Makassar. Sabtu (12/9/2020) pagi tadi.
Koordinator Divisi Hak atas Tanah dan Lingkungan LBH Makassar, Edy Kurniawan mengatakan, penangkapan itu diduga disertai dengan kekerasan oleh oknum anggota Polairud Polda Sulsel.
“Perahu nelayan kemudian dipepet, ditabrak dan alat kendali perahu (stir) dirusak. Perahu terus didorong hingga penumpang, nelayan yang ada di atas hampir terjatuh ke laut,” jelas Edy saat ditemui wartawan pascakejadian itu.
Tidak hanya itu, aparat Polairud Polda Sulsel juga diduga menarik paksa dan menangkap mereka yang berada di atas perahu tersebut. Nelayan yang ditangkap adalah Nawir, Asrul, Andi Saputra, Irwan, Mustakim, Nasar dan Rijal. Kata Edy, ada satu nelayan mengalami kekerasan hingga berdarah di bagian wajah.
Sementara, Direktur Polair Polda Sulsel Kombes Hery Wiyanto mengatakan, mereka (nelayan dan jurnalis pers mahasiwa) yang ditangkap karena diduga merusak kapal PT Boskalis. Para nelayan, kata Hery, mendatangi kapal di tempat penyedotan dan melakukan pelemparan bom molotov.
Hery menampik informasi bahwa penangkapan itu disertai dengan kekerasan hingga penembakan dengan menggunakan peluru tajam.
“Nggak ada mas, nggak ada anggota yang menggunakan peluru tajam. Sesuai laporan anggota yang bertugas tidak unsur kekerasan yang dilakukan saat itu,” ujar Hery via telpon.
Sumber/foto: Kabar News = https://kabar.news/polisi-tak-punya-bukti-nelayan-dan-pers-mahasiswa-bebas
Editor: Ahmad Rinal