Jakarta – Rakyat Sulawesi, Divisi Humas Polri menggelar diskusi dengan tema “Menguak Tabir Prostitusi Online Anak”, dalam diskusi tersebut membahas pengungkapan praktik prostistusi online sesama jenis yang melibatkan anak di bawah umur serta meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memblokir aplikasi kencan sesama jenis (Grindr) dan menindaklanjuti kasus ditemukannya penggunaan 18 aplikasi oleh muncikari untuk menjual anak-anak di bawah umur.
Diskusi yang belokasi di Jalan Adityawarman Nomor 61, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, selain dihadiri Menteri Sosial Khofifah Indarparawangsa selaku pembicara juga dihadii Kadiv. Humas Polri Irjen Pol. Boy Rafli Amar, Ketua PP Muhammadyah Yunahar Ilyas, Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait juga disaksikan oleh Komisioner KPAI Erlinda, Kamis (15/9/2016).
Daftar isi Artikel Berita
ToggleMenteri Sosial, Khofifah Indar Paranwansa mengungkapkan pelaku kejahatan prostitusi online yang melibatkan anak dibawah umur terancam hukuman kebiri melalui Perppu Nomor 1 tahun 2016 yang mengatur hukuman kebiri kimiawi bagi predator kejahatan seksual.
Lebih lanjut Khofifah menjelaskan, dasar hukum kebiri terhadap pelaku kejahatan prostitusi tersebut dapat dilihat dari jumlah korbannya yang terbilang banyak dan pelakunya juga tidak sendirian.
“Melihat dari pelaku dan korban, dari korbannya dilihat traumanya dan jumlahnya. Dari sisi pelaku dia tidak melakukan sendirian. Ini sudah bisa dikenakan hukuman berlapis,” jelas Khofifah.
Kendati demekian, Khofifah juga menyadari bahwa anak-anak yang menjadi korban kejahatan seksual mayoritas mempunyai latar belakang hubungan keluarga yang kurang baik sehingga ia mengimbau agar para orangtua selalu memperhatikan anak-anaknya termasuk masa depannya.
“Ada proses reintegrasi sosial, jadi dia harus di integrasikan kembali dengan keluarga induknya, dari kemarin orang tua sudah diajak mencari solusi, Senin depan tim kemensos akan darangi orang tua yang bisa dijangkau,” pungkasnya.
Pada kegiatan yang sama, aktivis perlindungan anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, prostitusi anak di bawah umur telah membentuk sejumlah jaringan sindikat yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia.
“Mereka telah membentuk jaringan yang terus bergerak di berbagai daerah. Di antaranya, jaringan Kebon Kacang di Jakarta, Nagoya dan Natuna di Batam, Pasir Putih di Lampung, Senggigi di NTB, Denpasar di Bali dan lain sebagainya,” ujarnya.
Arist meminta setiap pihak agar peka dan tanggap dalam menyikapi kasus prostitusi online yang dapat mengancam generasi bangsa. Terlebih dengan perkembangan internet yang cukup pesat, membuka peluang besar bagi anak-anak untuk terjerumus dalam kejahatan seksual ini.
“Mereka yang dikenal sebagai predator online ini awalnya melakukan komunikasi dengan anak-anak dan remaja lewat internet. Kemudian perlahan-lahan melakukan pendekatan melalui chat room, instant messaging, forum internet, dan berbagai situs jejaring sosial lainnya,” kata Arist.
Sementara itu, Ketua PP Muhammadiyah Yunahar Ilyas mengatakan, terjadinya fenomena seks online anak disebabkan tidak adanya pendidikan agama bagi anak di dalam keluarga.
“Memang masalah ini sangat menyedihkan dan memprihatinkan, karena korbannya adalah anak-anak. Mereka belum bisa berpikir dewasa dan rasional sehingga dibutuhkan pelindungan dari keluarga,” kata Yunahar.
Sekarang ini kebanyakan orangtua sibuk mencari nafkah sehingga anak-anaknya tidak tersentuh pendidikan agama. Padahal, pendidikan agama sangat penting untuk menanamkan pemahaman agar anak tidak terbujuk rayuan para muncikari.
“Selain pendidikan anak, komunikasi orangtua dengan anak sangat diperlukan. Ibaratnya, kita tidak mungkin memagari laut yang luas, tapi kita bisa mengajarkan anak berenang. Masalahnya, kita tidak bisa menolak kemajuan informasi dan tekhnologi (IT). Yang penting juga adalah pendidikan anak sejak dini,” jelasnya.
Apabila pendidikan di rumah tidak ada, masyarakat dan LSM bisa mengambil peranan dengan memberikan pendidikan kepada anak.
“Kalau keluarganya sibuk, bisa diambil alih oleh sekolah. Kalau tidak bisa juga, masyarakat dan LSM bisa membantu, bahkan pemerintah pun harus terlibat,” ujarnya.
|Ahmad Rinal