Rakyat Sulawesi- Matra, Seperti diungkapkan oleh Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Mamuju Utara (Matra), Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) Aksan Yambu pada 23 Maret lalu kepada sejumlah wartawan bahwa ijin penambangan batu gunung yang digunakan untuk kepentingan balai di Matra hanya dimliki oleh CV Ketti Ketti yang berlokasi di Desa Batumetoru Kecamatan Lariang.
Ini memberi sinyal bahwa aktivitas tambang batu gunung untuk kepentingan balai yang dilakukan oleh perusahaan selain CV Ketti-Ketti diduga kuat ilegal. Termasuk PT Entolu Buana Mandiri yang saat ini melakukan aktivitas tambang batu gajah di Desa Lariang Kecamatan Tikke Raya, Kabupaten Matra, Sulawesi Barat (Sulbar).
Daftar isi Artikel Berita
ToggleMenurut warga setempat, Malik, bahwa PT Entolu Buana Mandiri telah beroperasi sejak April 2016 tahun ini. Ironinya, aktifitas yang diduga kuat ilegal ini terkesan mendapat restu dari Pemerintah Daerah serta pihak aparat terkesan tutup mata. Terbukti, tidak adanya penertiban yang dilakukan, padahal sudah jelas diduga tidak ada yang memiliki ijin tambang batu gunung di Matra untuk kepentingan Balai selain perusahaan yang telah disebutkan oleh anggota DPRD tersebut.
“Inikan jadi tanda tanya? kenapa perusahaan ini memiliki nyali besar beroperasi, padahal nyata disampaiakan DPR bahwa yang mengantongi izin tambang itu hanya CV Ketti Ketti yang lokasi tambangnya di Desa Batumetoru. Berarti tambang batu gajah di Desa Lariang ini patut diduga illegal. Kalau demikian, kami bisa menduga aktifitas ini dibekingi oleh orang-orang besar,” terang Malik, Sabtu (18/6-2016).
Ia mengatakan, pemerintah Daerah sepatutnya sudah melakukan penertiban sebagaimana surat edaran Gubernur Sulawesi Barat ( Sulbar) yang ditandatangani Pj Seretaris Daerah Dr.H Muh. Jamil Barambangi, M.Pd tertanggal 26 Agustus 2015 agar kepada seluruh Bupati di Sulawesi Barat termasuk Matra agar melakukan penertiban pertambangan tanpa izin dan pengarahan untuk membuat pengajuan permohonan Izin Pertambangan (IUP) Kepada pemerintah Provinsi Sulbar.
Surat edaran tersebut kata Malik, juga menegaskan tentang sanksi pidana bagi setiap orang yang melakukan penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK yang diatur dalam UU No 4 Tahun 2009 tentang pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 158. Sanksinya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah).
” Kalau para penambang yang diduga ilegal itu tidak ditertibkan atau diarahkan untuk membuat izin, seperti keberadaan perusahaan yang beraktivitas di Desa Lariang saat ini, berarti sama saja pemerintah Daerah tidak mengindahkan surat edaran gubernur. Logikanya kan begitu? Kalau demikian, maka saya rasa KPK perlu turun tangan,” tandasnya.
Laporan : Ardi Jafar
Editor : Edison S