“Harapan perempuan dan ibu-ibu adalah, kegiatan batik ini bisa menunjang kegiatan ekonomi masyarakat sehingga selain lestari, batik ini menjadi komoditas ekonomi bagi perempuan di sini,” kata Hurriyahi.
Di samping itu, Hurriyahi menyebut pelatihan membatik ini juga merupakan upaya sukarelawan SDG untuk melestarikan kebudayaan dan warisan bangsa Indonesia.
Sehingga di era kemajuan zaman yang banyak intervensi budaya luar seperti saat ini, kebudayaan lokal seperti batik tulis bisa selalu eksis di masyarakat dan dapat dinikmati generasi selanjutnya.
“Batik ini juga merupakan warisan budaya masyarakat Indonesia. Para perempuan dan ibu-ibu majelis taklim sangat senang dengan kegiatan ini,” kata dia.
Salah satu peserta pelatihan bernama Dinda merasa senang bisa mendapatkan bekal keterampilan batik tulis. Dengan modal skill itu, Dinda berencana membuka usaha batik.
Ini bukan kali pertama SDG menaruh perhatian terhadap ekonomi kerakyatan. Sebelumnya, sejumlah santri di Yayasan Pondok Pesantren Ma’rifatul Ulum Dusun Winong, Desa Krompol, Kabupaten Ngawi, mendapat bekal menjadi pelaku industri kreatif saat telah menyelesaikan pendidikannya kelak sekaligus memberdayakan ekonomi umat.
Para santri diberi pelatihan sablon dengan harapan mampu menambah dan meningkatkan taraf hidup santri. “Ini agar nantinya para santri mempunyai jiwa pengusaha kemudian mempunyai kreativitas dalam rangka menghadapi masa depan ketika santri-santri ini keluar dari pondok pesantren,” ujar Koordinator Wilayah Komunitas Santri Dukung Ganjar Jawa Timur Hurriyahi selaku penyelenggara, demikian dilansir dari Antara.